Tulang Bawang Barat – 7menit.com -Proyek pembangunan calon Kantor Bersama yang berlokasi di Baduy Uluan Nughik, Kelurahan Panaragan Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, kini menuai kontroversi. Bukan karena progres pembangunan, melainkan perlakuan tak manusiawi dari mandor proyek yang disebut-sebut memperlakukan buruh layaknya “budak zaman penjajahan”.jum’at (23/5/2025)
Sejumlah pekerja yang ditemui awak media mengaku kecewa dan tertekan dengan sistem kerja yang diterapkan. Salah satu pekerja yang enggan disebutkan namanya menyebut, sejak pukul 07.00 pagi hingga pukul 12.00 siang, mereka dipaksa bekerja tanpa jeda. Waktu istirahat hanya diberikan saat makan siang, lalu pekerjaan kembali dilanjutkan pukul 13.00 hingga 17.00.
“Tidak ada waktu untuk sekadar duduk, minum, atau merokok. Hanya makan siang, itu pun terburu-buru. Selebihnya kami seperti dipacu terus-menerus,” ungkapnya kepada media.
Kondisi kerja yang keras itu akhirnya membuat sebagian besar pekerja lokal asal Tulang Bawang Barat memilih mengundurkan diri. “Lebih baik kami pulang daripada diperlakukan seperti mesin. Bekerja pun harus tetap manusiawi,” ujar sumber tersebut.
Ironisnya, proyek ini semestinya menjadi peluang kerja bagi warga lokal. Namun justru menjadi sumber penderitaan. Kini, pekerja yang tersisa mayoritas berasal dari luar daerah, seperti Tanjung Karang, karena sudah terlanjur berada di lokasi.
Pihak media menilai, tindakan mandor proyek tersebut bukan hanya tidak etis, tetapi juga berpotensi melanggar ketentuan Ketenagakerjaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang itu ditegaskan bahwa pekerja berhak atas waktu istirahat dan lingkungan kerja yang layak.
Masyarakat dan media mendesak Dinas Tenaga Kerja serta pihak berwenang di Kabupaten Tulang Bawang Barat untuk segera turun tangan. Evaluasi menyeluruh terhadap manajemen proyek harus dilakukan guna memastikan tidak ada lagi eksploitasi tenaga kerja secara terselubung.
“Pekerja adalah manusia, bukan robot. Mereka butuh istirahat, air minum, dan ruang untuk bernapas. Jangan sampai proyek ini memakan korban karena kelalaian dan kerakusan oknum di lapangan,” tegas seorang aktivis ketenagakerjaan lokal saat dimintai tanggapan.
Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin proyek yang semula dibangun untuk mendukung pelayanan publik justru berubah menjadi simbol penindasan modern di era otonomi daerah.
Hingga berita ini di terbitkan belum ada konfirmasi dari mandor tersebut,mau tau tentang konfirmasi mandor tunggu berita selanjutnya.(Jhn)