Pembangunan Jalan Onderlag Tiyuh Makarti Menuai Sorotan Masyarakat

Tulang Bawang Barat7menit.com-Dugaan kejanggalan dalam pembangunan jalan “telport” di Tiyuh Makarti, Kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat, terus menuai sorotan publik. Pasalnya, proyek yang bersumber dari Dana Desa tahun 2025 senilai Rp91.802.000 itu dinilai tak transparan, bahkan papan informasinya tidak mencantumkan sumber dana, volume, maupun jenis kegiatan secara jelas.

Sebelumnya, masyarakat mempertanyakan istilah telport yang tertera pada plang proyek, karena kata tersebut tidak lazim digunakan dalam istilah pekerjaan jalan desa. Warga juga mengeluhkan kondisi jalan yang dikerjakan asal jadi — bagian depan tampak padat, namun semakin ke dalam, batu yang disusun terlihat jarang dan tidak rata.

Saat dikonfirmasi, Sekretaris Tiyuh Makarti mengakui adanya kejanggalan pada papan informasi.
“Oh itu jalan onderlah, jalan usaha tani. Lebarnya 250 sentimeter, panjangnya sekitar 275 meter, saya lupa pastinya. Ketua TPK-nya Adi Saputra,” ujarnya singkat.

Ketika diminta menghubungkan media dengan Ketua TPK, pihak sekretaris berjanji akan memberikan kontak person Adi agar mendapatkan dan memberikan keterangan lebih lanjut, dugaan kuat bahwa TPK hanya dijadikan boneka aparatur desa, sementara keputusan dan pelaksanaan proyek dikendalikan oleh pihak pemerintah tiyuh.

Melalui pesan WhatsApp, Andi selaku Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) akhirnya memberikan klarifikasi. Ia menyebut proyek tersebut sebenarnya memiliki panjang 265 meter dengan lebar 250 sentimeter, bersumber dari Dana Desa tahun 2025.
“Masalah plang itu salah cetak. Jadi belum kami pasang. Karena proyek sudah mulai dikerjakan, takut warga bertanya, kami pasang sementara plang berwarna kuning. Setelah banner yang benar selesai dibuat, baru kami ganti,” ujar Andi.

Ironisnya, alasan yang disampaikan Andi justru menimbulkan tanda tanya baru. Bagaimana mungkin proyek sudah berjalan tanpa plang informasi resmi yang lengkap — padahal aturan mengharuskan papan proyek dipasang sejak awal pekerjaan sebagai bentuk transparansi publik.

Lebih lanjut, Andi mengaku bahwa istilah telport berasal dari pendamping desa dan tercantum dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan (RAP).
“Dalam RAP memang tertulis begitu. Bahasa umumnya onderlagh, mungkin hanya pembenahan istilah saja,” katanya.

Namun, masyarakat justru menilai alasan tersebut tidak masuk akal. Istilah “telport” dianggap sebagai bentuk manipulasi administrasi yang membingungkan publik dan membuka ruang penyimpangan.

Andi juga menyebut material batu yang digunakan berasal dari 22 rit mobil, masing-masing berisi 5 kubik.
“Semua sudah kami dokumentasikan. Warga masih melintas di situ walau belum dipadatkan. Jadi batu kelihatannya memang belum rapat,” tambahnya.

Sayangnya, Andi justru menutup pernyataannya dengan menyarankan agar pihak media melihat langsung dokumen RAP ke Sekretaris atau Kepalo Tiyuh Makarti, seolah lepas tangan dari tanggung jawab utama sebagai pelaksana kegiatan.

Sikap saling lempar tanggung jawab ini membuat publik semakin geram. Proyek yang seharusnya menjadi sarana peningkatan ekonomi masyarakat malah dipenuhi ketidakjelasan, dugaan kesalahan administrasi, serta lemahnya pengawasan dari aparatur desa.

Warga berharap Inspektorat dan pihak penegak hukum segera turun tangan menelusuri kejanggalan proyek jalan “telport” ini, agar tidak menjadi contoh buruk bagi desa-desa lainnya di Tulang Bawang Barat.

Reporter : Jhn

Editor      : Liraaa